![]() |
| Ilustrasi |
Saya selalu percaya bahwa orang pintar memang dilahirkan dengan otak yang berbeda. Yang satu bisa paham pelajaran sekali baca, yang lain harus mengulang berkali kali dan tetap bingung. Dan saya, dengan segala keraguan dan ketidakyakinan, sering menempatkan diriku di golongan kedua.
Sampai
akhirnya, saya diberi tugas meresume buku mindset karya Carol Dweck. Awalnya
saya kira ini hanya akan jadi tugas biasa yaa baca, catat, tulis ulang. Tapi
ternyata buku ini justru menjadi semacam tamparan lembut yang mengena tepat
sasaran.
Buku ini tidak hanya bicara soal teori psikologi. Ia bicara tentang cara kita melihat diri kita sendiri. Apakah kita percaya bahwa kecerdasan, bakat, dan kemampuan adalah sesuatu yang tetap atau sesuatu yang bisa tumbuh? Dan di situlah saya mulai merasa.... oh, mungkin selama ini saya salah. Saya menyadari bahwa saya punya fixed mindset. Saya menghindari tantangan karna takut gagal. Saya merasa insecure ketika melihat orang lain lebih cepat memahami sesuatu. Saya malas mencoba hal baru karna khawatir terlihat bodoh. Saya terlalu sibuk menjaga “kesan mampu” sampai lupa bahwa belajar itu harus melewati proses “tidak mampu”. Padahal, menurut Dweck, kemampuan itu bukan sesuatu yang tetap. Orang orang yang kita lihat sukses bukan hanya karna mereka berbakat, tapi karna mereka percaya bahwa mereka bisa berkembang dan mereka terus bekerja untuk itu, bahkan ketika jatuh dan gagal.
Bukan berarti mereka tidak pernah gagal, justru mereka yang paling sering gagal. Tapi bedanya, mereka tidak menganggap kegagalan sebagai identitas, melainkan sebagai proses. Itu mengubah banyak hal dalam cara pandangku. Saya memulai mengingat kembali masa masa ketika saya menyerah pada hal hal yang sebenarnya saya suka, hanya karna merasa “saya memang tidak bisa” padahal mugkin, saya hanya belum mencoba cukup lama. Atau terlalu cepat menyerah saat hasilnya belum kelihatan.
Buku mindset membuat saya bertanya lagi, berapa banyak potensi dalam diri kita yang tidak pernah tumbuh, hanya karna kita terlalu cepat menyimpulkan bahwa kita ‘tidak bisa” ? berapa banyak impian yang kita kubur hidup hidup krna kita takut terlihat gagal?. Dunia sering kali hanya menyorot hasil nilai tinggi, penghargaan, pencapaian. Tapi buku ini mengingatkanku bahwa proseslah yang paling menentukan bagaimana kita belajar, bagaimana kita bangkit, dan bagaimana kita terus mencoba meski perlahan. Sejak saat itu, saya mulai mencoba hal-hal kecil. Mengubah kalimat “ saya bodoh” menjadi “saya belum ngerti, tapi saya akan coba lagi” . menghadapi tantangan bukan sebagai ancaman, tapi sebagai ruang belajar. Dan jujur saja, rasanya...lebih ringan.
Saya masih takut gagal, masih merasa cemas dibandingkan dengan orang lain, tapi setidaknya saya sekarang tahu saya bisa berubah, dan perubahan itu tidak harus instan. Buku mindset mungkin hanya salah satu bacaan dari sekian banyak yang membahas pengembangan diri, tapi bagi saya buku ini lebih dari sekedar bacaan tugas kuliah. Ia jadi pengingat bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling cepat sampai tapi tentang siapa yang paling sabar bertumbuh.
Dan
kita semua, tanpa terkecuali punya kesempatan untuk tumbuh asal kita mau
mencoba, gagal, dan terus bangkit.

0 Komentar